Selasa, 11 Maret 2014

KELOMPOK DUA XII IPA 1

KETUA:
Sugiantoro

ANGGOTA:
Ilham Arizaldy Aspah
Billy Prima Ardianto
Nazlah Nirmalasari
Ajeng Aulia Rahmasari

Selasa, 25 Februari 2014

MY CITY




Sejarah Kota Palu | Sulwesi Tengah ~ Palu adalah “Kota Baru” yang letaknya di muara sungai. Dr. Kruyt menguraikan bahwa Palu sebenarnya tempat baru dihuni orang (De Aste Toradja’s van Midden Celebes). Awal mula pembentukan kota Palu berasal dari penduduk Desa Bontolevo di Pegunungan Ulayo. Setelah pergeseran penduduk ke dataran rendah, akhirnya mereka sampai di Boya Pogego sekarang ini
  Kota Palu sekarang ini adalah bermula dari kesatuan empat kampung, yaitu : Besusu, Tanggabanggo (Siranindi) sekarang bernama Kamonji, Panggovia sekarang bernama Lere, Boyantongo sekarang bernama Kelurahan Baru. Mereka membentuk satu Dewan Adat disebut Patanggota. Salah satu tugasnya adalah memilih raja dan para pembantunya yang erat hubungannya dengan kegiatan kerajaan. Kerajaan Palu lama-kelamaan menjadi salah satu kerajaan yang dikenal dan sangat berpengaruh. Itulah sebabnya Belanda mengadakan pendekatan terhadap Kerajaan Palu. Belanda pertama kali berkunjung ke Palu pada masa kepemimpinan Raja Maili (Mangge Risa) untuk mendapatkan perlindungan dari Manado di tahun 1868. Pada tahun 1888, Gubernur Belanda untuk Sulawesi bersama dengan bala tentara dan beberapa kapal tiba di Kerajaan Palu, mereka pun menyerang Kayumalue. Setelah peristiwa perang Kayumalue, Raja Maili terbunuh oleh pihak Belanda dan jenazahnya dibawa ke Palu. Setelah itu ia digantikan oleh Raja Jodjokodi, pada tanggal 1 Mei 1888 Raja Jodjokodi menandatangani perjanjian pendek kepada Pemerintah Hindia Belanda.
Berikut daftar susunan raja-raja Palu :
1. Pue Nggari (Siralangi) 1796 - 1805
2. I Dato Labungulili 1805 - 1815
3. Malasigi Bulupalo 1815 - 1826
4. Daelangi 1826 - 1835
5. Yololembah 1835 - 1850
6. Lamakaraka 1850 - 1868
7. Maili (Mangge Risa) 1868 - 1888
8. Jodjokodi 1888 - 1906
9. Parampasi 1906 - 1921
10. Djanggola 1921 - 1949
11. Tjatjo Idjazah 1949 – 1960
  Setelah Tjatjo Idjazah, tidak ada lagi pemerintahan raja-raja di wilayah Palu. Setelah masa kerajaan telah ditaklukan oleh pemerintah Belanda, dibuatlah satu bentuk perjanjian “Lange Kontruct” (perjanjian panjang) yang akhirnya dirubah menjadi “Karte Vorklaring” (perjanjian pendek). Hingga akhirnya Gubernur Indonesia menetapkan daerah administratif berdasarkan Nomor 21 Tanggal 25 Februari 1940. Kota Palu termasuk dalam Afdeling Donggala yang kemudian dibagi lagi lebih kecil menjadi Arder Afdeling, antara lain Order Palu dengan ibu kotanya Palu, meliputi tiga wilayah pemerintahan Swapraja, yaitu :
1. Swapraja Palu
2. Swapraja Dolo
3. Swapraja Kulawi
  Pertumbuhan Kota Palu setelah Indonesia merebut kemerdekaan dari tangan penjajah Belanda kemudian Jepang pada tahun 1945 semakin lama semakin meningkat. Dimana hasrat masyarakat untuk lebih maju dari masa penjajahan dengan tekat membangun masing-masing daerahnya. Berkat usaha makin tersusun roda pemerintahannya dari pusat sampai ke daerah-daerah. Maka terbentuklah daerah Swatantra tingkat II Donggala sesuai peraturan pemerintah Nomor 23 Tahun 1952 yang selanjutnya melahirkan Kota Administratif Palu yang berbentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1978.
  Berangsur-angsur susunan ketatanegaraan RI diperbaiki oleh pemerintah pusat disesuaikannya dengan keinginan rakyat di daerah-daerah melalui pemecehan dan penggabungan untuk pengembangan daerah, kemudian dihapuslah pemerintahan Swapraja dengan keluarnya peraturan yang antara lain adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 dan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 serta Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 Tentang Terbentuknya Dati I Propinsi Sulteng dengan Ibukota Palu.
 Dasar hukum pembentukan wilayah Kota Administratif Palu yang dibentuk tanggal 27 September 1978 atas Dasar Asas Dekontrasi sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. Kota Palu sebagai Ibukota Propinsi Dati I Sulawesi Tengah sekaligus ibukota Kabupaten Dati II Donggala dan juga sebagai ibukota pemerintahan wilayah Kota Administratif Palu. Palu merupakan kota kesepuluh yang ditetapkan pemerintah menjadi kota administratif.
 Sebagai latar belakang pertumbuhan Kota Palu dalam perkembangannya tidak dapat dilepaskan dari hasrat keinginan rakyat di daerah ini dalam pencetusan pembentukan Pemerintahan wilayah kota untuk Kota Palu dimulai sejak adanya Keputusan DPRD Tingkat I Sulteng di Poso Tahun 1964. Atas dasar keputusan tersebut maka diambil langkah-langkah positif oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dan Pemerintah Dati II Donggala guna mempersiapkan segala sesuatu yang ada kaitannya dengan kemungkinan Kota Palu sebagai Kota Administratif. Usaha ini diperkuat dengan SK Gubernur KDH Tingkat I Sulteng Nomor 225/Ditpem/1974 dengan membentuk Panitia Peneliti kemungkinan Kota Palu dijadikan Kota Administratif, maka pemerintah pusat telah berkenan menyetujui Kota Palu dijadikan Kota Administratif dengan dua kecamatan yaitu Palu Barat dan Palu Timur.
 Berdasarkan landasan hukum tersebut maka pemerintah Kotif Palu memulai kegiatan menyelenggarakan pemerintahan di wilayah berdasarkan fungsi sebagai berikut :
a. Meningkatkan dan menyesuaikan penyelenggaraan pemerintah dengan perkembangan kehidupan politik dan budaya perkotaan.
b. Membina dan mengarahkan pembangunan sesuai dengan perkembangan sosial ekonomi dan fisik perkotaan.
c. Mendukung dan merangsang secara timbal balik pembangunan wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah pada umumnya dan Kabupaten Dati II Donggala.
Hal ini berarti pemerintah wilayah Kotif Palu menyelenggarakan fungsi-fungsi yang meliputi bidang-bidang :
1. Pemerintah
2. Pembina kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya perkotaan
3. Pengarahan pembangunan ekonomi, sosial dan fisik perkotaan
 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tanggal 12 Oktober 1994, Mendagri Yogi S. Memet meresmikannya Kotamadya Palu dan melantik Rully Lamadjido, SH sebagai walikotanya. Kota Palu terletak memanjang dari timur ke barat disebelah utara garis katulistiwa dalam koordinat 0,35 – 1,20 LU dan 120 – 122,90 BT. Luas wilayahnya 395,06 km2 dan terletak di Teluk Palu dengan dikelilingi pegnungan. Kota Palu terletak pada ketinggian 0 – 2500 m dari permukaan laut dengan keadaan topografis datar hingga pegunungan. Sedangkan dataran rendah umumnya tersebut disekitar pantai.
Berikut batas-batas wilayah Kota Palu adalah :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Tawaeli dan Kecamatan Banawa
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Marawola dan Kabupaten Sigi
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Banawa dan Kecamatan Marawola
- Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Tawaeli dan Kabupaten Parimo
Kota Palu terbagi atas 8 Kecamatan. Dahulu Kota Palu terbagi atas 4 Kecamatan sesuai arah mata angin yaitu Kecamatan Palu Barat, Kecamatan Palu Timur, Kecamatan Palu Utara dan Kecamatan Palu Selatan. Empat kecamatan baru yang mekar itu adalah Kecamatan Tatanga, Kecamatan Ulujadi, Kecamatan Mantikulore dan Kecamatan Tawaeli. Pemekaran ini sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2012 tentang pemekaran kecamatan.
Wisata Palu
Ibukota Propinsi terletak di lembah Palu yang indah yang dibagi 2 oleh sungai Palu. Bagian barat kota ini menghadap ke teluk Palu. Pantai lainnya adalah pantai penghibur Talise di bagian utara kota ini. Selain sarana olahraga air adapula warung-warung makan yang buka hingga larut malam dan populer dikalangan masyarakat setempat.
Jembatan Palu IV


Jembatan Palu IV merupakan sebuah jembatan yang terletak di Kota Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Jembatan ini diresmikan pada Mei 2006 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Jembatan ini membentang di atas Teluk Talise ini berada di kelurahan Besusu dan Lere, yang menghubungkan kecamatan Palu Timur dan Palu Barat.
Jembatan kuning ini merupakan jembatan lengkung pertama di Indonesia dan ketiga di dunia setelah Jepang dan Perancis.
Sejak tanggal peresmian tersebut, masyarakat Palu dan sekitarnya selalu ingin melihat jembatan sepanjang 300 meter itu sekaligus menikmati tenggelamnya mentari.Tenggelamnya matahari terlihat lebih jelas dan mempesona dari atas jembatan. Apalagi, saat sinar matahari yang berwarna jingga kekuningan memantul ke permukaan Teluk Palu, keindahan semakin nyata. Air Teluk Palu pun berubah warna mengikuti warna sang Surya yang mulai sirna ditelan pegunungan Gawalise.
Museum Sulawesi Tengah
Memberikan beberapa informasi tentang sejarah dan budaya propinsi dan masyarakat. Hal-hal yang menarik mencakup peninggalan zaman prasejarah seperti perkakas rumah tangga dan senjata. Adapula contoh-contoh seni dan kerajinan tradisional. Bangunan museum merupakan tipe arsitektur yang berbbeda yang ditentukan di daerah ini.
Taman Alam Poboya
yang terletak 7 km ke arah timur kota ini pada pinggir sebuah bukit yang ditutupi oleh kayu-kayu gaharu memberikan suatu pemandangan yang menarik di lembah dan teluk kayu. Suaka ini merupakan suatu lokasi kemping/berkemah.
Potensi emas di Poboya
Emas di Poboya  benar-benar menjadi magnit. Diperkirakan ratusan, bisa ribuan penambang, berikut penadah tengah mengadu untung di lokasi ini. Omzetnya pun gila-gilaan,  miliaran setiap harinya. Data tak resmi menyebutkan setiap harinya  puluhan  kilogram emas berhasil didulang, dengan kadar 40-60%. Harga jual pun fantastis, rata-rata Rp. 60-130 ribu per gram. Menjualnya tak sesulit mendulang. Di sekitar desa Poboya, para pembeli telah siap menggelontorkan uang untuk setiap gram emas, logam yang tak lekang nilai keasliannya sepanjang sejarah.Desa yang pernah melambung namanya karena menjadi lokasi eksekusi Fabianus Tibo cs (terpidana mati atas kasus kerusuhan Poso, kini kembali melambung bak meteor. Anda berminat datang?
Poboya
Poboya kini sebuah wilayah kelurahan di Kecamatan Palu Timur, Palu Sulawesi Tengah. Tak diketahui secara pasti sejak kapan orang-orang mulai menambang emas di kawasan Taman Hutan Rakyat (Tahura) Poboya ini. Penduduk setempat mengenalnya sebagai lokasi kegiatan anak-anak Pramuka.  Aktivitas mulai sesaat setelah sejumlah geolog yang dikirim PT Citra Palu Mineral/CPM (perusahaan patungan PMDN dan PMA) pada akhir tahun 1998 melakukan pengeboran pada beberapa titik di lahan konservasi ini. Mereka mengambil sampel tanah mengandung emas guna kepentingan uji laboratorium. Pada awalnya, hanya segelintir penduduk setempat yang mendulang emas. Pola penambangannya pun  terbatas, dan hanya mendulang di sekitar aliran Sungai Poboya.
Cuaca panas ini tak membuat penambang emas di Kelurahan Poboya, Kota Palu, Sulawesi Tengah, beranjak dari tempatnya memecah batu. Sebagian mengaso sebentar, berdiri lagi, lalu mengambil martil dan linggis untuk kembali sibuk menggali tanah dan memecah batu. Poboya hampir tak pernah tidur. Sejak pagi hingga malam, suara pukulan martil dan linggis beradu dengan batu-batu keras hampir tak pernah berhenti. Truk, mobil bak terbuka, dan kendaraan roda dua hilir mudik mengangkut karung berisi batu menuju permukiman terdekat di Poboya berjarak sekitar 10 kilometer. Jalan tanah sempit dan berbatu menyeberangi sungai bukan hambatan.
Di rumah-rumah penduduk di Poboya, aktivitas warga tak kalah sibuknya. Membongkar karung, memukul batu hingga setengah hancur, lalu menggiling dalam tromol menjadi pemandangan lazim di rumah warga. Di lokasi penambangan tidak memungkinkan mengoperasikan tromol. Di rumah penduduk, kepingan batu dicuci dengan air raksa (merkuri) untuk memisahkan butiran emas dari tanah. Namun, tak semua batu mengandung emas. Kerap terjadi, tak sebutir emas ditemukan meski berkarung-karung batu yang dihancurkan. Namun, jika nasib lagi baik, batu-batu yang digali dan dihancurkan berisi butiran emas.
oboya kini bak tanah harapan bagi penambang yang kian banyak berdatangan. Warga setempat pun seperti tak hirau. Sebagian malah mendapatkan keuntungan dari sewa tanah yang kebetulan berada di areal penambangan. Sebagian mendapatkan penghasilan dari uang jasa keluar masuk areal pertambangan sebesar Rp 10.000 per orang, sewa tromol, atau buruh angkut. Di kota Palu, beberapa bulan terakhir, mulai munculusaha bengkel las baru, untuk keperluan para penambang. “Awalnya bengkel las kami hanya melayani pengerjaan las biasa.

Tapi ada beberapa pelanggan yang ingin dibuatkan tromol. Kami tertarik dan mencoba membuat tromol dengan berbagai ukuran,” ujar Eman, seperti dikutip harian Mercusuar. Sejak maraknya penambangan rakyat di Poboya, bengkel las yang terletak di Jalan Veteran ini, telah banyak melayani pesanan pembuatan tromol yang dipakai “menangkap” bijih emas. Kini dalam sehari ia bisa menjual 10-20 tromol yang telah siap pakai dengan harga bervariasi. Untuk tromol ukuran 45 X 60 M, dengan ketebalan 12 mm, dihargai Rp2,15 juta. Sedangkan ukuran 50 X 60 tebal 15mm dijual dengan harga Rp2,3 juta. Selain itu, Eman juga menjual alat tumbu-tumbu yang berfungsi untuk menghaluskan batu yang mengadung emas, dengan harga Rp17,5 juta.
Arena Motocross Tanah Runtuh
Kira-kira 2 km di timur Palu, terletak Tanah Runtuh yang memberikan pemandangan yang menarik ketika matahari terbenam dibalik gunung Gawalise. Ada juga sarana olah raga dan rekreasi disini seperti lapangan golf, pacuan kuda dan arena motocross.
Pantai Talise
Pantai Talise merupakan obyek wisata pantai dengan memiliki panorama alam yang indah hamparan teluk dan pegunungan yang begitu mempesona. Selain itu, pantai ini sangat cocok untuk kegiatan olah raga, seperti: berenang, selancar angin (wind surfing), sky air, menyelam, memancing, dan lain sebagainya
Pantai Talise sebagai tempat tamasya adalah pilihan yang paling murah dan mudah karena selain tidak memerlukan biaya, lokasinya teramat mudah untuk dicapai yaitu ditengah kota dan akses jalan yang sudah teraspal .
Keberadaanya yang dekat dengan pusat kota menjadikan pantai ini banyak dikunjungi oleh pendatang maupun masyarakat Palu sendiri. Berkunjung di siang hari agak kurang cocok, karena cuaca di Palu umumnya terik dan angin bertiup sangat kencang saat jam 12 siang lewat.

Pemandangan indah di Pantai Talise saat matahari menjelang terbit. Pantai ini enak dikunjungi saat sore hari menjelang matahari terbenam dan saat sore sambil menikmati makanan kecil dan minuman berupa pisang goreng, pisang eppe, jagung, teh/kopi, sarabba.  Disore dan malam hari juga dijadikan tempat rekreasi keluarga dan kaum muda-mudi.
Banua Mbaso
Rumah Raja disebut Souraja yang berarti rumah besar yang juga sering dikenal dengan Sapo Bose atau Banua Mbaso yang melambangkan kebangsawan.
Pada bagian interior dalam terdapat kaligrafi di atas kayu dalam aksara Parisi atau Lufi Arab. Arsitektur kayu yang ditulis di atas batu dan ukiran dengan jelas merupakan pengaruh Melayu dan Bugis dizaman lampau.
Banua Mbaso letaknya ditengah pusat kota Kaledo (Palu) – Sulawesi Tengah, Kecamatan Palu Selatan, dan merupakan situs sejarah yang terdapat di Tana Kaili ini..
Banua Mbaso / Banua Oge atau lebih sering disebut Sou Raja (bahasa daerah kaili yang artinya Rumah Besar atau Pondok Raja) , didirikan sekitar 115 tahun silam, yang berukuran 32 x 11,5 m dan dibangun oleh Raja Palu Jodjokodi sekitar 1892, dan merupakan tempat tinggal sang Raja beserta keluarganya, sekaligus berfungsi sebagai pusat pemerintahan kerajaanwaktu itu.
Rumah panggung ini merupakan paduan arsitektur gaya Bugis (Sulawesi Selatan) dan Kalimantan Selatan, dimana memiliki 36 buah tiang penyangga rumah bagian induk dan gandaria (Teras) termasuk 8 buah tiang bagian dapur.
Taman Ria
Taman Ria didatangi oleh pengunjung yang datang di kota Palu. Pantai ini menghadap ke timur, Di lokasi ini juga berderet sekitar 100 kafe penjaja makanan ringan dan hidangan khas Palu lainnya. Kafe buka dari sore hingga malam hari.

 Kediaman controleur
Kediaman controleur di masa Hindia Belanda (tahun 1930-an).
Dombu
Gunung Gawalise di barat kota Palu, kabupaten Donggala, berpotensi sebagai obyek wisata alam dan budaya yang menarik. Gunung Gawalise berjarak ± 34 kilometer dari Palu dan dapat ditempuh oleh kendaraan roda empat dalam kurun waktu ± 1 jam 30 menit. Di gunung Gawalise terdapat desa Dombu yang terletak di ketinggian dan berhawa sejuk. Desa lainnya adalah desa Matantimali, desa Panasibaja, desa Bolobia dan desa Rondingo.
Desa-desa ini didiami oleh suku Da’a. Suku Da’a merupakan sub-etnis suku Kaili yang mendiami daerah pegunungan. Di desa-desa ini dapat disaksikan atraksi sumpit yang diperagakan oleh warga setempat. Rumah di atas pohon masih ditemukan di desa Dombu sampai sekarang.
Di Gunung Gawalise dapat dilakukan hiking/trekking dengan rute-rute Wayu – Taipanggabe – Dombu – Wiyapore – Rondingo Kayumpia/Bolombia – Uemanje dalam waktu kurang dari 1 minggu.

http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/id/commodityarea.php?ia=7271&ic=2512
http://palukota.go.id/v1/

Selasa, 28 Januari 2014


Fitur SMA Madani Palu
Jauh dibenak orang awam yang mengira SMAN Model terpadu Madani sebagai salah satu sekolah swasta di Kota Palu. Padahal sekolah ini adalah sekolah negeri yang elit dan mempunyai banyak prestasi baik di nasional maupun dikancah internasional.
Sekolah ini berdiri pada tanggal 14 april 2005 dengan nama SMAN Model Terpadu Madani diresmikan langsung oleh sang inisiator(pendiri) Bpk. Prof. Drs. H. Aminudin Ponulele, M.Si (Selaku Gubernur Sulteng Pada Saat itu) dan yang kedua Ibu Dra. Hj. Uhra Lamarauna, M.Si (Selaku Kepala Dinas Pendidikan Daerah Provinsi Sulteng saat itu). SMA ini terletak di bagian utara Kota palu sekitar 10 menit menuju kesana dari pusat kota menggunakan kendaraan bermotor. Jarak dari pusat kota ke SMA tersebut kurang lebih 5 kilometer beralamat di Jln. Soekarno-Hatta, Bumi Roviga Palu. Awal berdirinya sekolah ini dipimpin oleh Bpk. Drs. Zulkifli Radjamuda, M.Ed sebagai pelaksana harian, tahun 2007 ditunjuk Drs. H. Ibrahim Janat, M.Pd sebagai kepala sekolah SMA Negeri Model Terpadu Madani Palu yang baru. Berbagai macam prestasi yang dihasilkan oleh SMAN Madani pada saat itu, prestasi yang didapat baik dari skala Provinsi, Nasional sampai dengan Internasional.
Di bawah pimpinan Bapak Drs. H. Ibrahim Janat, M.Pd pada tahun ajaran 2010/2011 SMA Negeri Model Terpadu Madani Palu mendapat kepercayaan dari Direktorat Pendidikan mejadii RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf internasional) .

Sejak saat itu pergantian pimpinan sekolah dapat diurutkan sebagai berikut :
  1. Tahun 2005-2007 dipimpin oleh Bapak Drs. Zulkifli Radjamuda, M.Ed (pelaksana harian)
  2. Tahun 2007-2011 dipimpin oleh Bapak Drs. H. Ibrahim Janat, M.Pd,
  3. Tahun 2011-2012 dipimpin oleh Bapak Drs. Zulkifli Radjamuda, M.Ed (pelaksana harian)
  4. Tahun 2012 dipimpin oleh Bapak Anas Syakir, M.Pd, sampai sekarang
Mengusung visi dan misi yang mapan guna mencapai kesuksesan yang maksimal. Dalam menjalankan tugasnya, kepala sekolah tak sendirian sebab dibantu para wakasek, guru, TU dan siswa-siswi SMAN Model Terpadu Madani. Siswa-siswi yang menuntut ilmu di sekolah ini merasa puas dengan pembelajaran dan pengajaran yang sangat baik yang diberikan oleh guru-guru. Faktor utama yang membuat sekolah ini sebagai sekolah percontohan yaitu pendidikan yang meliputi pendidik dan tenaga kependidikan yang professional, sarana dan prasarana yang memadai, kurikulum yang terintegrasi dengan pendidikan karakter, dukungan dan partisipasi dari para stakeholder, dan input pendidikan yang potensial.
Tak heran siswanya pun mempunyai IQ , bakat, selera dan daya nalar cukup tinggi. Peraturan yang dibuat sekolah ini sangat tegas berlaku bagi siapa saja yang melanggar peraturan tersebut(tanpa pandang bulu). Kalau ada yang membuat pelanggaran berat misalnya merokok di lingkungan sekolah maka siswa tersebut langsung di Dropout. Standar kelulusan yang di patok SMA ini tak tanggung-tanggung yakni A terbukti karena telah meluluskan sebanyak enam angkatan sebelumnya dengan nilai yang memuaskan. Semoga di tahun 2014 semua siswa angkatan 7 bisa lulus dengan nilai UN yang menggembirakan dan mendapat predikat terbaik dibanding angkatan-angkatan sebelumnya. Aminnn, Wassalam.

Prestasi Akedemik




Prestasi Non Akedemik




Selasa, 14 Januari 2014

Hai Namaku Sugi (ntoro) :)

Namaku keren,
mukaku ganteng
pacarku cantik
kurang apa lagi :D
kuat sdh itu konco

SALAM KENAL YACHT:)